(Keterangan Foto: Saat Pertemuan Jajaran Dikes Kab. Bima.) |
Adapun Narasumber pertemuan ini adalah:
1. Kabid Kesga Dikes (Alamsyah, SKM)
2. Kasi Gizi Dikes (Tita Masithah, M.Si)
3. Pemegang Data Program Gizi Dikes
No Target Deadline
1. Selesai Kumpul data. Agustus 2019.
2. Selesai Entri, September 2019.
3. Selesai Verifikasi Data Lonceng. Oktober 2019
(Sri Wahyuningsih, S.Si). Penyampaiannya, Rencana Strategis Kementrian Kesehatan disebutkan bahwa salah satu prioritas pembangunan kesehatan adalah Perbaikan Gizi Masyarakat (terutama stunting). Arah kebijakan perbaikan gizi masyarakat tahun 2015-2019:
(1) peningkatan surveilans gizi termasuk pemantauan pertumbuhan, (2) Peningkatan promosi prilaku masyarakat tentang kesehatan, gizi, dll, (3) Peningkatan akses dan mutu paket pelayanan kesehatan dan gizi, (4) Peningkatan peran serta masyarakat dalam perbaikan gizi, (5) penguatan pelaksanaan dan pengawasan regulasi dan standar gizi dan (6) Penguatan peran linsek dalam rangka intervensi sensitive dan spesifik. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan menunjukkan bahwa sejak 2007-2008, angka prevalensi stunting tetap tinggi.
Data Riskesdas 2013 menemukan 37,2% atau sekitar 9 juta anak balita mengalam stunting. Pada tahun 2018 Riskesdas mencatat penurunan prevalensi stunting pada balita ke 30,8%. Namun demikian, angka ini masih tergolong tinggi. Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi NTB Tahun 2018 untuk balita 0-59 bulan menunjukkan bahwa indeks berat badan menurut umur (BB/U) angka gizi kurang sebesar 18,85% yang artinya bahwa Provinsi NTB berada pada kategori wilayah rawan gizi kurang.
Indek berat badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Tinggi badan (BB/TB), Prevalensi kekurusan (sangat kurus dan kurus) sebesar 14,41% yang menunjukkan bahwa provinsi NTB berada pada kategori wilayah rawan. Demikian pula untuk indeks panjang badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U), prevalensi kependekan 33,49% yang menunjukkan bahwa NTB merupakan wilayah dengan masalah stunting.
dilanjutkan dengan Materi, (Ibu Tita Masithah, M.Si). Pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi gizi yang terpadu, mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Pengalaman global menunjukkan bahwa, "Penyelenggaraan intervensi yang terpadu untuk menyasar kelompok prioritas di lokasi prioritas merupakan kunci keberhasilan perbaikan gizi, tumbuh kembang anak, dan pencegahan stunting".
Jelasnya, "Upaya percepatan penurunan stunting akan lebih efektif apabila intervensi gizi sensitif dilakukan secara konvergen". Konvergensi penyampaian layanan membutuhkan keterpaduan proses perencanaan, penganggaran dan pemantauan program/kegiatan pemerintah secara lintas sektor untuk memastikan tersedianya setiap layanan intervensi gizi spesifik kepada keluarga sasaran prioritas dan intervensi gizi sensitif untuk semua kelompok masyarakat, terutama masyarakat miskin.
Untuk meningkatkan cakupan program yang berdampak pada penurunan masalah gizi, diperlukan perencanaan yang evidence base berdasarkan surveilans gizi sesuai arahan kebijakan, namun surveilans gizi belum berjalan optimal sesuai yang diharapkan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan surveilans gizi.
Kegiatan penanggulangan anak balita gizi buruk, gizi kurang dan stunting harus dilakukan secara terpadu, berkelanjutan, bersinergi, melibatkan lintas program, serta berbasis pemberdayaan masyarakat linsek salah satu ujung tombak mendorong percepatan peningkatan status gizi anak gizi kurang dan buruk. Untuk meningkatkan cakupan, Intervensi penanganan masalah gizi harus dilakukan secara spesifik dan sensitif.
Secara spesifik, intervensi penanganan masalah gizi hanya mampu mengatasi masalah sebesar 30%, antara lain dilakukan melalui :
• Suplementasi tablet tambah darah
• Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)
• Suplementasi tablet tambah darah
• Promosi dan konseling menyusui
• Promosi dan konseling pemberian makan bayi dan anak (PMBA)
• Tata laksana gizi buruk akut
• Pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut
• Pemantauan pertumbuhan
• Tata laksana gizi buruk akut
• Pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak gizi kurang akut
• Suplementasi kalsium
• Pemeriksaan kehamilan
• Suplementasi kapsul vitamin A
• Suplementasi taburia
• Imunisasi
• Suplementasi zinc untuk pengobatan diare
• Manajemen terpadu balita sakit (MTBS)
• Pelaksanaan kelas gizi balita dan ibu hamil
Penanganan masalah gizi secara sensitif mampu mengatasi masalah sebesar 70%, antara lain meliputi :
• Menyediakan dan Memastikan Akses pada Air Bersih.
• Menyediakan dan Memastikan Akses pada Sanitasi.
• Melakukan Fortifikasi Bahan Pangan.
• Menyediakan Akses kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).
• Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
• Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).
• Memberikan Pendidikan Pengasuhan pada Orang tua.
• Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini Universal.
• Memberikan Pendidikan Gizi Masyarakat.
• Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi, serta Gizi pada Remaja.
• Menyediakan Bantuan dan Jaminan Sosial bagi Keluarga Miskin.
• Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi.
Masalah gizi di Kabupaten Bima yang masuk dalam kategori buruk memerlukan upaya pencegahan secara menyeluruh terhadap faktor-faktor pencetus tercadinya masalah gizi sehingga diperlukan kegiatan orientasi pemutahiran data surveilans gizi yang dapat meningkatkan sistem deteksi dini.
Tujuan umumnya adalah Terlaksananya pertemuan pelaksanaan pekan penimbangan dan pemantauan pertumbuhan tingkat Kabupaten Bima Tahun 2019. Secara khusus, antara lain :
• Peserta mampu mengoperasionalkan aplikasi pencatatan dan pelaporan gizi sebagai alat bantu pelaksanan surveilans gizi.
• Tersusunnya analisis situasi masalah gizi berdasarkan hasil surveilans gizi.
• Tersusunnya rencana intervensi gizi di masing-masing puskesmas sesuai situasi masalah.
• Tersusunnya rencana kegiatan input data data surveilans dalam aplikasi e-PPGBM.
Dalam pertemuan pelaksanaan pekan penimbangan dan pemantauan pertumbuhan tingkat kabupaten bima tahun 2019, sasaran/peserta yang dilibatkan antara lain 21 orang pengolah data gizi Puskesmas dilaksanakan pada Hari Jumat, tanggal 24 Mei 2019 bertempat di Aula Dinas Kesehatan Kabupaten Bima.
(Materi Sri Wahyuningsih, S.Si)
Kesepakatan dan rencana tindak lanjut dari pertemuan ini adalah
1. Untuk mendapatkan dukungan anggaran, maka setiap program terutama program gizi wajib menyusu RUK dan POA yang disosialisasikan kepada semua petugas gizi agar dapat saling mengingatkan waktu pelaksanaannya.
2. Penanganan masalah stunting dan masalah gizi tidak boleh dilakukan hanya oleh tenaga gizi saja (intervensi gizi spesifik) tapi harus bekerjasama dengan selurul lintas program dan lintas sektor terkait (intervensi gizi sensitif).
Jika kita mengerjakan program sendiri, hanya 30% saja yang dapat kita capai
3. Dalam pencatatan dan pelaporan gizi ada yg namanya e-PPGBM, seluruh data yang ada di dalamnya adalah acuan untuk melakukan advokasi ke lintas sector dan lintas program agar mereka mau mendukung program kita berdasarkan data yang kita tunjukkan. Penyampaian masalah yang disertai data akan mendukung dan memperkuat gagasan yang kita sampaikan.
4. BOK adalah anggaran untuk menunjang SPM. Sedangkan yang lain adalah pendukung saja.
5. Permasalahan kematian neonatal adalah masalah bersama, terutama ini masuknya dalam program 1.000 HPK. Oleh karena itu harus diintervensi bersama oleh bidan dan gizi.
6. Deadline pelaksanaan e-PPGBM.(TIM)